Ternyata !!
“drun bandrun tangio, srengenge
wes semburat kae lo”
Yah seperti biasa mak ku setiap pagi berkumandang ditelinga
untuk membangunkanku. Yah mak yang
selalu mencoba perhatian padaku, karena aku hanya anaknya satu-satunya yang mak punya.
“kowe ki arep dadi opo? Golek
penggawean kono ojo cangkrukan ae” kata mak ku
“iyo mak, seng sabar, iki yo
proses golek” sahut
ku
Setelah lulus sarjana S-1 Ilmu
Komunikasi aku nganggur dirumah. Cari
pekerjaan kesana-sini tak kunjung dapat. Banyaknya pesaing membuatku lengser
dari dunia kerja. Kegiatan rutinku sekarang setiap pagi hanya nongkrong ditemani rokok ku yang selalu
setia dan deretan kolom lowongan kerja dikoran.
“kok yo anggel men golek
penggawean” Gunam
ku
Tuntutan dari hidup membuatku harus
berusaha keras dalam mencari pekerjaan. Mak
yang selalu mengomel juga menjadikan kuping ini risih.
Pagi itu. Romi sahabat kuliahku dulu
datang menemuiku. Dia menawarkan pekerjaan untukku. Senang mendengar itu semua,
tapi ternyata setelah mendengar penjelasan pekerjaan yang ditawarkan aku
sedikit ragu.
“Drun aku sudah lama kenal kamu,
tolonglah bantu aku juga. Aku ada pekerjaan juga buat kamu, gajinya lumayan
drun” Kata Romi
“Wah apa itu rom, aku sih mau-mau
saja aku juga belum dapat kerja ini” Jawab
ku
“ Kamu kan bisa nyetir, aku mau
kamu jadi sopir untuk barang-barang kargoku” Jawab Romi
“Boleh saja rom, barang apa
memangnya?” Tanya
ku
“Sudahlah ini barang-barang dari
kolegaku yang tak bisa kujelaskan, tugasmu hanya mengantarkannya saja drun” Ulasnya
Tawaran ini membuatku sedikit ragu,
karena romi tak mau menjelaskan barang-barang yang harus diantarkannya.
“Hem, baiklah akan aku coba,
kapan aku mulai bisa kerja?”
“Besok malam jam 11, kerja mu
hanya malam saja drun. Gajimu akan langsung kamu terima saat setelah kamu
selesai mengantarkan barang-barang itu, bagaimana?”
“baiklah kalo begitu, terima
kasih rom”
“Ok, sama-sama besok malam aku
tunggu kamu dirumahku drun, aku pamit”
Setelah Romi pulang aku
memikirkan lagi apa yang telah kusetujui, sedikit ragu dan bimbang, tapi
yaudahlah dari pada nganggur.
Besok malamnya aku datang ke rumah
Romi.
“Drun mari masuk” sapa Romi yang telah menunggu
kedatanganku didepan rumahnya.
“Iya rom, bagaimana alur kerjaku
ini?”
“Jadi begini drun, kamu antar
barang ini ke alamat yang sudah kutulis. Lewat jalan perkampungan saja biar gak
kena macet drun, karena harus diantar cepat” Jelas Romi
“Ini kan malam juga Rom, gak
mungkin kena macet juga”
tanyaku penasaran
“Sudahlah ini instruksinya, kamu
nurut sajalah” Ujar
Romi dengan serius
“Baiklah kalau begitu, aku
berangkat Rom”
“Iya, hati-hati Drun”
Aku berangkat dengan hati yang
sedikit tidak enak, karena aku tak mengetahui kejelasan apa yang aku bawa. Tapi
mau bagaimana ini pekerjaan ku sekarang yang harus kukerjakan agar dapat uang. Selang
beberapa minggu aku menjalani pekerjaan ini, aku mendepat seorang rekan kerja.
Dia sama misterius nya dengan barang yang ku bawa. Perawakan tinggi gemuk dan
rambut ikal panjangnnya yang selalu diikat itu membuatnya terlihat garang. Dia
tidak pernah mau juga memberi tau dan mau untuk tau barang yang diantar. Dan
dia juga meminta agar lewat jalan-jalan sepia tau perkampungan ketika mengantar
barang itu.
“Mas basuki sebenarnya barang apa
to yang kita bawa ini?” Tanya
ku
“Kita dibayar untuk mengantar
saja bukan banyak Tanya drun” Jawabnya
cuek
Aku
hanya bisa terdiam dan melanjutkan mengemudiku. Rasa penasaran ini terus saja
menghantuiku.
“ Hindari kerumunan polisi itu!” Pekik Basuki
“ Kenapa mas?”
“ Hindari saja aku tidak mau
kembali kepenjara lagi”
“ Baiklah mas” Jawab ku
Semakin hari kerja ini membuatku
harus was-was, aku takut barang-barang ini illegal atau barang haram.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk
mengetahui barang-barang yang aku antar, saat berhenti untuk mengisi bahan
bakar. Mas Basuki sedang berada ditoilet, aku memberanikan diri untuk membuka
bak mobilku. Tumpukan kardus yang berjejer aku coba buka satu diantaranya. Aku
kaget setelah mengetahui apa isi kardus itu. Ya, tumpukan ganja yang sudah dilinting rapi siap pakai. Aku
langsung menutupnya kembali, takut kalau Mas Basuki sudah selesai. Aku kembali
di kursi mengemudi ku, aku diam dan berfikir bagaimana setelah mengetahui
tentang barang-barang itu. Apa aku harus berhenti bekerja atau melaporkannya.
Kalau aku berhenti aku dapat uang dari mana, padahal emak ku sudah senang tau kalau aku kerja. Tapi kalau aku terus
bekerja malah akan membahayakan diriku, iya memang awal lancar-lancar
saja, kalau sudah lama dan akhirnya
polisi tau akan barang-barang ini bisa masuk penjara aku, bisa sedih emak dan bisa berantakan hidupku. Pikiranku
berhamburan, aku tidak berhenti memikirkan apa yang terjadi nanti. Tiba-tiba
pikiranku pecah saat mas Basuki mulai masuk mobil.
“Mari kita jalan” Kata mas Basuki
“Oh, Iya mas” dengan sedikit kaget aku
menjawabnya.
“Kenapa kamu drun?”
“Oh, tidak apa-apa mas”
Setelah selesai mengantarkan
barang-barang haram itu, aku pulang, dirumah pikiranku tak bisa berhenti terus
memikirkan bagaimana jadinya. Takut, gelisah, dan binggung menjadi satu dalam
pikiran.
Selesai sholat dhuhur, aku akhirnya
memutuskan untuk memberanikan diri ke kantor polisi. Aku yakin keputusanku
benar dan tidak akan jadi masalah ketika aku menceritakan dengan sejujurnya ke
pada polisi. Selama perjalananpun aku tak berhenti-hentinya memikirkan resiko
yang akan kuhadapi, cemas dan was-was selalu menghantuiku. Tapi aku yakin Allah
akan selalu berpihak pada hambanya yang tidak salah. Ah, benar aku harus berani menghadapi ini semua.
Sesampainya
kantor polisi aku menceritakan semua kejadianya ke polisi. Mulai kejadian awal
aku menerima pekerjaan itu, berapa lama telah bekerja, barang-barang itu
dikirim kemana dan saat aku mengetahui kejelasan barang-barang tersebut
semuanya aku ceritakan.
“Terimakasih mas Badrun atas
kerja samanya”
“Apa saya juga akan masuk penjara
pak?”
“Tenang mas, karena mas sudah mau
membantu polisi, saya akan usahakan mas Badrun bisa ditangguhkan dari hukuman”
“ Yang benar pak?”
“ Iya mas, sekarang tugas mas
kembali ke pekerjaan seperti dulu, lalu pihak kami akan datang untuk melakukan
penggerebekan, usahakan sebelum berangkat mas menunggu kedatangan kami”
“Iya pak, saya akan usahakan itu”
“Terimakasih mas atas kerja
samanya, nanti hubungi kami kalau mas sudah mau berangkat kerja”
“Baik pak”
Malam yang dinanti telah datang, aku
mulai berangkat kerja seperti biasa. Tapi perasaan ku tidak seperti biasa,
was-was menghantuiku lagi, aku takut rencana ini terbongkar. Aku mulai untuk
mengabari polisi bahwa aku akan berangkat untuk ketempat lokasi.
Sesampainya disana aku masih
menunggu kardus-kardus masuk dalam bak mobil. Sementara polisi menghubungiku
untuk mengulur lagi 10 menit. Aku binggung apakah polisi akan datang tepat
waktu atau tidak. Akhirnya aku alasan untuk ijin buang air besar kebelakang
agar dapat menggulur waktu keberangkatannya.
“Mas aku ijin kebelakang
sebentar, sakit perut mas kayaknya kebanyakan makan sambel pete tadi, haha”
“Iya jangan lama-lama!”
Huh jawaban yang begitu mengesalkan,
untuk saja kamu besar mas jadi aku gak berani, gumamku dongkol. Tapi yasudahlah
pasti setelah ini kamu akan kapok. Jahat juga ternyata aku, gumaman-gumaman
kecilku yang terlintas sedikit menguranggi rasa cemasku.
Dikamar mandi ku tatapi terus jam
tanganku, menunggu kabar dari polisi yang tak kunjung datang, dan akhirnya
polisi menghubungiku bahwa dia sudah berada didepan. Aku bergegas menuju depan,
ternyata polisi sudah meringkus mereka.
“ Terimakasih mas badrun atas
kerja samanya, besok pagi saya harap bisa datang ke kantor untuk memberikan
penjelasan lebih lanjut” kata
polisi yang menghampiriku sambil menjabat tangganku.
“ Oh, iya pak, sama-sama, besok
saya akan datang” tegas
ku.
“ Awas kamu drun” teriak mas Basuki
“ Dasar gak tau diri kamu drun,
teman macam apa kamu ?” Sahut
Romi juga
“ Maaf, semoga kalian sadar dipenjara”
Akhirnya aku lega ketika melihat
mereka mulai dibawa ke mobil polisi. Semoga dengan kejadian ini mereka sadar
akan perbuatannya. Pelajaran lagi, aku juga harus hati-hati dalam menerima
pekerjaan agar tidak terjerumus lagi seperti ini.
Mobil polisi dan pick up yang memuat
kardus ganja sudah mulai jauh tak tampak. Hemmm, baiklah aku harus pulang dan
istirahat agar besok bisa semangat untuk mencari pekerjaan lagi, dan agar emak bangga lagi padaku. Maaaaaakkkk anakmu ternyata hari ini jadi pahlawan...!!! Teriakku sambil bergegas
pulang.
Cerpen 1
Disudut jalan
Disudut
antrian perayap jalanan, terlihat gubuk penuh lampu dengan kepulan asap rokok
didalamnya. Berjenggot dengan pakaian pakaian batik coklat rapi terlihat penuh
gairah saat menghisap rokok ditangannya menancap tepat dimulutnya yang mulai
kehitaman itu. Secangkir kopi yang mungkin telah habis karena tidak
diminum-minumnya saat dia khusuk menikmati gemerlap lampu jalanan yang hiruk
pikuk.
Terlihat diseberang mejanya pria
bertato angka yang berceloteh dengan keras bersama teman wanitanya. Pasangan
wanitanya yang mengenakan kaos kotak-kotak hitam dengan gaya punk yang berusaha
mengimbangi lelucon yang sedang dibicarakan mereka. Terlihat begitu asik
menghiasi gubuk itu.
Disudut lain pandanganku terlihat
pria dengan jaket gunung kumal dan rambut acak-acakan mulai masuk gubuk itu.
Pria yang mencoba melepaskan keletihan, mungkin selesai mendaki karena bawaanya
yang begitu banyak dan dandanan gunung itu terlihat kental darinya. Pelayan
dengan baju kotak-kotak seragam dari gubuk itu menghampirinya, mencoba untuk
menawarkan sesuatu yang dapat melepaskan keletihannya.
Pandangan-pandanganku pecah ketika
klakson mobil dibelakangku mengagetkanku.
“tot.tot. Ayo lekas kau jalan”
Yah, aku harus kembali melihat
antrian jalanan dengan penuh harap aku akan cepat sampai ketempat singgah
kekasihku untuk melamarnya.
Cerpen 2
Tiada duanya
Ruangan
ini tidak lebih dari 4x4 meter persegi. Ruangan dimana tempatku tidur dan singgah.
Ruangan yang penuh dengan barang-barangku. Yah, barang-barang yang berserakan
tak tertata. Itulah kamarku, unik dan berantakan itulah yang membuatku senang
berada didalamnya. Ruangan tempatku melepaskan letih dari rutinitasku
sehari-hari. Tak jarang ibuku selalu memarahi, karena kamarku itu. Tapi,
yasudahlah namanya juga kamar anak bujang. Pikirku saat itu.
Ruangan itu penuh dengan ketenangan,
dari kecil ruangan itu sering jadi toilet buatku. Maklumlah anak kecil pasti
merasakan ngompol. Mulai beranjak
dewasa dinding tembok tak lagi polos. Coret-coret dan poster-poster mulai
bertempelan disana kemari. Tak lupa foto gadis-gadis ku dulu terpampang
berjajar ditembok. . Mulai beranjak dewasa dinding tembok tak lagi polos.
Coret-coret dan poster-poster mulai bertempelan disana kemari. Tak lupa foto
gadis-gadis ku dulu terpampang berjajar ditembok. Yah. Mungkin memang aku
ternyata playboy, dan itu menjadi kenangan yang membuat tempat ini special.
Sampai tak jarang kamar kecil ini
menjadi tempat untuk nongkrong setelah dari kampus. Maklum barang-barang
hiburan dikamarku cukup memadai. Sehingga mereka betah untuk main dikamarku
walaupun kecil dan sumpek. Apalagi jika sudah ditemani rokok obrolan diantara
kami tidak akan terasa. Sungguh kamar ini tiada duanya.
Cerpen 3
Emosi
Kota
perantauanku, ya kini berusaha mencari solusi untuk menjadi tertib dan nyaman,
kira-kira telah gagagl. Kaleng-kaleng kendaraan malah bertumpuk menghias
hitamnya pekat aspal. Jalanan yang setiap hari kutapaki tanpa harus mengerutkan
kening kini berubah. Jalanan yang kutempuh tanpa harus menunggu setengah jam
untuk sampai tujuan bukan malah lebih seberapapun terburu-buru dan sepenting
apapun itu. Tapi tetap saja hanya yang berkuasa dan beruang yang dapat lewat
sesukanya dengan iring-iringan polisi misalnya, yah itulah memang negaraku.
Jalan itu sekarang menjadi arena pacuan kuda, siapa yang nekat dan berani dia
yang menang. Tua, muda, wanita kini hilang aturan. Mereka kira jalan ini area gocard yang bisa tubruk sana-sini
seenaknya.
Jalanan yang dulunya berisi
promosi-promosi produk pun kini sudah bertambah dengan promosi-promosi amarah
hati yang tak rela dengan keadaan kota mereka. Serentetan kepenatan kota ini
mungkin akan berakhir, ya mungkin. Tapi yang jelas sekarang hanya emosi, emosi,
dan emosi saja.
Cerpen 4
Ibu
Kulihat
sosok yang berdiri dari kejauhan. Terlihat tubuhnya yang berdiri penuh beban.
Kulit yang mulai tua, tubuh yang mulai menurun dayanya. Paras itu yang selalu
memberikan tenaga untukku saat pagi hari. Saat fajar mulai muncul dialah yang
kulihat pertama kali menggerakkan langkah dan jemarinya dirumah. Kepedulian dan
rasa tanggungjawab yang besar. Mungkin dia adalah orang yang biasa. Orang yang
tak ikut kejuaran dan orang yang hanya memiliki kemampuan dan daya yang telah
menurun. Tapi mungkin kemampuan dan daya itu telah berkorban demi masa depan
orang-orang yang dia sayangi.
Yah, kini saat aku sedang tak
bersemangat untuk melakukan hal apapun omelan-omelan itu yang masih saja selalu
kuingat. Omelan yang begitu menyengat, tapi mungkin omelan-omelan itu sekarang
yang kurindu dari nya. Ibu yang telah memberikan tenaganya untukku. Dikejauhan
ini, semoga bisa membalas hasil yang ibu berikan padaku.
Cerpen
5
Aku
Mungkin sekarang yang kulihat dari
diriku adalah tubuhku yang mulai tumbuh. Berjenggot dan berkumis seperti apa
yang ku ingin waktu kecil. Bibir yang merah kehitaman karena rokok yang tak
luput menemaniku dalam hari-hari ku. Badan yang mungkin hampir sepadan dengan
serizawa tokoh jepang yang kukagumi yang menambah gagahnya diriku. Tapi itu tak
luput dari kekurangan. Sekarang mungkin olahraga telah kutinggalkan, karena
disamping malas, mungkin kini kakiku telah tak mampu lagi dipaksa untuk bekerja
keras seperti olahraga karena kecelakaan yang kualami saat aku masih semester
satu dulu.
Yah, tapi itu semua bukan
hambatanku, dan tak akan menutup kemungkinan juga aku menjadi seorang yang
lebih sukses dengan pemikiran-pemikiran hebatku. Ah, tidak lah aku tidak boleh
sombong. Kemungkinan juga kesombongan itu perlu dilihatkan karena paras yang
juga mendukung dari dirikku. Pantas saja dulu banyak wanita banyak yang nyaman
denganku, hah itu dulu. Sekarang wanita manapun tak akan kubiarkan mendekat
karena mungkin hati ini telah berlabuh lebih dulu. Ya, begitu lah pikiranku
sebagai pria dewasa telah mulai melekat dalam percintaan, karir dan segalanya.
“Le ayo berangkat” teriak ibuku dari luar kamar yang
memecah lamunanku
Mungkin lamunan tadi adalah
semangatku agar aku tetap percaya diri untuk berangkat meminang labuhan hatiku
setelah ini.
Cerpen 6
Dia itu …
Dia adalah sosok teman yang dulunya
pertama aku kenal. Tubuhnya yang mungil, senyum yang begitu manis, dan
tatapannya matanya yang indah itu begitu merindukan untuk melihatnya. Yah,
teman sekelas yang dulunya aku tak mengenalnya tapi akhir-akhir ini dia telah
mencuri pandanganku. Entah mengapa saat memandangnya begitu membuat hati ini
merasakan hangatnya saat udara musim panas yang dihiasi bunga-bunga bertaburan.
Mata yang tak kunjung lepas untuk mencuri-curi pandangan darinya. Jatuh cinta
atau kah hanya sekedar mengaguminya. Ah entahlah.
Waktu terus berjalan, hari-hari
bertemu dengannya membuatku semakin merasakan hal aneh. Tingkahnya yang lucu,
centil, dan cerewet itu membuatku merasakan kenyamanan saat berada didekatnya.
Canda tawanya selalu menghiasi hari-hari saat kita mulai mengenal satu sama
lain. Suaranya yang begitu manja membuatku selalu merasakan ingin tersenyum
saat mendengar nya. Kini setiap hari dia dan teman-temannya selalu berkumpul
dengan kelompokku. Dari situlah kami
mulai akrab. Dari mulai main, mengerjakan tugas dan nongkrong hingga larut malam.
Ternyata sifat dan tingkah nya yang
begitu lucu itu menggoda hatiku untuk lebih dalam mengenalnya. Akhirnya aku
memberanikan diri untuk mulai menyampaikan perasaan ku ini kepada sahabatnya.
Sisi adalah sahabatnya mulai dari awal masuk sekolah. Dia mendengarkan dan
terlihat mendukungku saat itu, yah semoga saja benar. Makin hari makin dekat
dan tak kubayangkan teman-temanpun juga mulai mengejek kami. Mulai dari mereka menyuruh
untuk mengantarkannya dan sebagainya. Malu tapi rasa senang juga menyelimutiku.
Sampai pada akhirnya aku benar-benar
untuk membulatkan tekatku untuk menyatakan apa yang aku rasakan. Tepat pukul
22.00 malam setelah kita selesai nongkrong
bersama. Aku telah menyiapkan sebuah rencana yang sebelumnya aku sendiri belum
pernah melakukan dan tak yakin apakah berhasil. Sedikit ragu dan tak yakin
dengan tekatku. Tapi aku membuang semua angan-angan jelekku, aku hanya focus
untuk melakukan hal ini. Dan tepat sesuai rencana aku menyampaikan apa yang ku
rasa.
“Sudah lama aku memikirkan ini
semua, dan akhirnya aku benar-benar tak bisa melupakan dan terus ingin
bersamamu, maukah kau menerima ku sebagai pacarmu ti? Aku sungguh menyayangimu”
sedikit gemetar,
tapi dukungan dari teman-teman dengan dibantu iringan music membuatku menjadi
semangat lagi. Dia seperti bingung dan kaget melihat ini semua, senyumnya tak
berhenti tertutup. Dan akhirnya dia melontarkan sepatah kata. “Iya aku mau” begitu senangnya mendengar
kalimat itu. Hiruk pikuk sorak dari teman-teman berhamburan menyelamatiku.
Hiasan lilin dan dingin nya malam menjadi saksi bisu kejadian ini. Dia yang
dulunya temanku kini akan tetap menjadi teman yang begitu dalam dihatiku. Kini
senyumnya akan selalu menghiasi hari-hariku setiap saat, yah begitulah pintaku.
Cerpen
7
Subanallah
Subanallah,
begitu indah anugrah yang engkau ciptakan. Betapa tidak, ditengah hujan ini
engkau masih meberikan hambamu ini rasa semangat untuk menjalankan tugas.
Dingin dan basah tak menjadi masalah. Walau hanya sebatang rokok yang tak habis
kuhisap sudah cukup untuk menjadi pemicu semangat dan hangatnya tubuh.
“Diutes saja dulu rokok e, lanjut
saja nanti” ujar
dosen ku yang akan mengajar.
Yah apalagi ketambahan diajar oleh
beliau rasanya dingin tak lagi jadi dingin. Waktu malah begitu cepat berlalu.
Dosen yang begitu keren ini menarik semua perhatian mahasiswanya untuk kagum
pada beliau.
Satu lagi pembuat hangat suasana
hari ini adalah dirinya yang selalu menemaniku menjalani hari-hari ini, ya
mungkin karena kita sekelas tapi kedatangannya dihadapanku dengan senyumannya
menjadikan pelengkap penyemangat dinginnya hari ini. Terima kasih kebahagian
itu memang berawal dari sebuah kesederhaan kecil yang bisa saja kadang
terlewatkan oleh kita.
Cerpen 8
Siapa?
Disudut
danau itu, setiap sore seorang laki-laki parubaya selalu duduk termanggu
disana. Pakaian lusuh, dan jenggot yang lebat menghiasi mukanya. Dengan suara
serak-seraknya dia selalu bernyanyi gending jawa dengan kencang. Putus cinta
atau sedikit butuh perhatian?? Sering juga dia menuliskan nama Mariam ditembok pinggir sudut danau itu.
Kekasih, istri atau kah nama orang tua. Pertanyaan itu yang sering terngiang
dimasyarakat sekitar dan aku yang mendengarkannya. Ketika ditanya orang itu
hanya diam, terkadang dia malah pergi ketika ada orang yang mendekatinya.
Karena terlalu penasarannya mas Bayu
warga sekitar mencoba membututi dimana laki-laki itu tinggal. Hingga sampainya
mas Bayu pada gubuk tua. Laki-laki tua itu masuk kedalam gubuk itu. Gubuk yang
kemungkinan sudah tua karena kayu-kayunya yang hampir keropos. Tetangganya
hanya pohon-pohonan pisang karena bisa dibilang gubung itu terletak dipelosok
kampung mau ke hutan. Mas Bayu mulai diam-diam mengintip kedalam rumah dan
akhirnya memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah itu. Sesampainya diruang
tengah dia melihat ada bingkai foto laki-laki tua itu sewaktu masih muda
mengenakan seragam tentara dan ditemani seorang wanita dan kedua anak kecil.
mungkin itu Mariam, kata Mas Bayu
dihatinya. Dan kenapa seorang mantan tentara sepertinya bisa tinggal ditempat
seperti ini dan kenapa sekarang laki-laki tua ini sendiri? Kemana keluarganya
matikah, pergi, atau??
Pertanyaan
itu masih mengganjal diahati Mas Bayu, aku dan masyarakat.
Seminggu kemudian terdengar kabar
bahwa laki-laki tua itu meninggal. Masyarakat sekitar segera berbendong-bondong
datang untuk mengurus jenazahnya karena dia tak punya keluarga. Disitulah
muncullah sebuah jawaban. Salah satu warga menemukan catatan laki-laki tua itu.
Ternyata semasa dia ditugaskan untuk melawan penjajah, istri dan kedua anaknya
dibunuh oleh seorang perampok yang ingin merebut harta mereka. Sehingga saat
dia pulang dari tugas dia sangat kaget saat melihat keluarganya telah tiada.
Dia sangat begitu menyesal dia tak ada saat keluarganya membutuhkannya.
Sehingga membuatnya sangat terpuruk dan melepaskan jabatannya dan menjadi
seperti sekarang. Begitu sangat tragis dan berat cobaan hidupnya. Sekarang
mungkin dia akan bertemu dengan keluarganya dan tenang bersama mereka di alam
sana.
Cerpen 9
Kehilangan
Sekarang
aku bukanlah seorang cahaya lagi bagi kedua orang tuaku. Mungkin setelah ini
aku akan menjadi cahaya gelap, air yang keruh dan tak ada artinya.
“Mika kamu sudah bangun?” Tanya Juno yang tidur disebelahku
“Iya” Jawabku dengan penuh sesal
“Kenapa sayang? Malam ini indah
kan? Apa kamu belum puas? ”
Ujarnya lagi sambil menggerayangi tubuhku
Aku
hanya bisa terdiam.
Kejadian
ini terjadi setelah papaku meninggal, yah papa yang selalu menyayangiku dari pada
mama yang hanya sibuk dengan teman-temannya. Setelah papa meninggal tidak ada
satupun yang peduli dengan ku, hanya Juno yang tiba-tiba muncul dengan
perhatiannya yang lebih untukku. Akhirnya setelah selang beberapa minggu dia
menyatakan perasaan sukanya padaku. Karena begitu pedulinya padaku, akhirnya
aku menerimanya. Kami sering keluar hingga larut. Dan akhirnya hari itu datang,
saat dirumah temannya, Juno menawarkan minum padaku, setelah meminumnya aku
merasa mengantuk yang akhirnya membuatku tak sadarkan diri. Dari situlah Juno
menumpahkan kelakuan bejatnya.
Setelah kejadian itu, tiap malam
Juno mendatangiku untuk memuaskan kepuasan birahinya. Aku tidak bisa menolaknya
lagi karena dia mengancam tidak akan menikahiku. Hanya pasrah dan isak tangis
yang dapat kulakukan.
Setiap pulang kerumah mama tak ada
lagi pedulinya padaku. Kelakuannya semakin menjadi-jadi, sekarang mama tidak
hanya sibuk dengan teman-temannya wanita, tetapi juga laki-laki. Sedikitpun dia
tidak memandangku. Lengkaplah sudah derita ini !!
Sebulan setelah nya aku kehilangan
kabar dari Juno, isak tangis ku semakin meluap, aku merasa dipermainkan dan tak
berguna lagi. Juno yang selalu bilang akan bertanggungjawab kini tak ada kabar.
“Dasar cowok brengsek!!!”
Dirumah
semakin menambah beban ketika melihat mama setiap malam selalu membawa teman
pria nya dengan kondisi mabuk.
“Ma, aku pengen ngomong”
“Ngomong apa seh mika?” jawab mamaku sambil sempoyongan
“aku hamil ma” air mata ku tak kuasa terbendung
lagi.
“Lha bagus kalo kamu hamil mika,
berarti kamu subur, urusi dulu mama ada tamu”
Mamapun langsung pergi dengan acuh
tanpa memperdulikanku yang sedang menangis menghadapi masalah ini. Oh ma, sadarlah, gunamku dalam hati.
Lama-kelamaan
kandungan ini sudah mulai membesar. Dan menarik perhatian dari sekelilingku.
Banyak orang yang sebenarnya tak ingin sekali mereka memperhatikanku tapi malah
sebaliknya.
“ Mika perutmu bengkak?”
Yah ibu-ibu sebelah rumahku memang
selalu senang jika bergosip, membuat kupingku selalu pengang saat mendengar
mereka menggosip. Senyummanku yang hanya menjawab pertanyaan sekaligus sindiran
halus itu.
Tak ada lagi yang bisa menjadi
sandaranku. Kenapa? Jenuh, lelah, dan bosan telah kutemukan. Ternyata hidupku harus
berakhir seperti ini, bukan diatas ataupun dibawah, tapi penuh dengan
kehampaan. Pikiranku sudah tak mampu lagi untuk berkutat. Sekarang keyakinanku
pudar dan tak lagi dapat kutemukan cinta. Perginya aku tak akan membuat orang
disekitar ku kehilangan.
“Tooooootttttttttttttt” suara bel kereta api yang
terakhir aku dengar.